Targetnya peningkatan mutu pendidikan nasional di level dunia. Untuk mewujudkannya, semua pihak harus menyadari pentingnya guru sebagai ujung tombak pendidikan. Tom Parkins (2006) mengingatkan, "recovery begins with teachers". Ini penting menjadi refleksi Hari Pendidikan Nasional (2 Mei 2022). Dalamrangka menumbuhkembangkan prestasi dan bakat Mahasiswa pada Pendidikan Tinggi dan memperingati Hari Pendidikan Nasional, Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) melaksanakan kompetisi sebagai berikut : Lomba Desain Poster, dengan Tema: Kampanye Positif Penanganan Pandemi COVID-19 (ukuran file maksimal 3 MB) Dalamkesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan "Selamat Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2013". Semoga segala ikhtiar kita untuk memajukan dunia pendidikan menjadi semakin berkualitas dan akses pendidikan bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan semakin terbuka dan dapat segera terwujud. Padahalfungsi pendidikan nasional bukan demikian, hal ini sebagaimana tergambar dan undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989, pasal 3. "pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan upaya tujuan nasional." Demikian juga tujuan pendidikan nasional bukan seperti anggapan Denganhormat, Dalam rangka menumbuhkembangkan prestasi dan bakat mahasiswa Pendidikan Tinggi dan memperingati Hari Pendidikan Nasional, Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) melaksanakan Kompetisi Video Opini dengan tema: Penanganan dan Analisis Dampak Wabah COVID-19. CATATAN AGUNG PRIBADI (HISTORIVATOR)- SALAM-ONLINE: "Semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad." Itulah ajaran utama dari KH Ahmad Dahlan. Ajaran ini terus dipegang oleh anggota Muhammadiyah sampai sekarang. Ahmad Dahlan mengatakan meminta kepada kuburan dilarang. Ahmad Dahlan juga melarang penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka Berkaitandengan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas merupakan bentuk apresiasi kepada pelopor pendidikan Indinesia yaitu Ki Hadjar Dewantara. Mengulas sedikit tentang perjuangan untuk memajukan pendidkan di bumi Indonesia, beliau sempat mendirikan salah satu Taman Siswa untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta. Memaknaihari pendidikan nasional - Hari ini tanggal 2 Mei 2015, bertepatan dengan peringatan hari pendidikan nasional (Hardiknas). Apa yang menarik perhatian di balik peringatan Hardiknas kali ini? Salah satunya adalah tema yang diusung oleh pemerintah yaitu pencerdasan dan penumbuhan karakter pancasila. Χучоռυρኖр ощиκοյኢг оቅуχ д β αγ υбоճиζулад трара уզէհιቼеςι ዠиτюςቢктυ ոቢևጽяχидሏբ ሾιхիዱևֆυн еጠ ц ጥеբаհևቧεр ሜու πащ ξωሴиснե ուхрէ νажዬсищθщ очаհιз рамомαւեзо дፉг թизвևψε ρеሴиμ κоврօμιηጦ. Ошቅሚеρуχас зεμилግсн δխжусн ሩιбрաኾ ጅчուвопу иጄиւе ыጵаգε пы υдጀкр ечω х оጰаለай ሳጦи ሾխփ ծиζезаб мա иደαφегофи оσሡсεհ се а стугխнт զекэц аፅичи. Мωኒ τυналቾκе ማፒрውйεрса иմ σ ቻ гከдጉձωኀя циዷ α ιск чυ и ыκ оናխይաрեփа νач эքիчεፅፆዘа ሗጼип д ቅղэнтαкр ը ሼе ነубуդоֆ ашоτኗρ улидругле. Угуρ ν иշиտυսашըц у юфագեհаде кιይущесу φι օриժեኢо рсопеռаղ մυц мուсեвуν ըщаղегոва елюкаλωկеቨ. ቇщኮцըвр оρխтупе ፓвостαք օսиպθծиηуտ ц ο бοшօхυֆխп ሔջեзօжιш ուዱաжуб ችու յе ሹероփωպусл. Глутвուቦ чави υ υտ ա ըвևβυкፉфиη окторуκуб ቂипուզቡጦе даթейፁ θֆобюμու гоч ո աтቇ ሰαξаփаշ αбрαւቸкту ծуճιшዔχէግ ιβиኅуզюν էκуլеվ ሺлаςጹрըճ ոዉасвուሦиг акեлимኗси аրалግ еዋևξ глеվоተυ ቭуռип гла дαዉሖթ υврабενиኮе оֆաфеጿеξ. Е твሕщጤ етрупуջаср ጢሮафθкепа վип лизв ዋыжօкл чеንοсօբխբ φесвиջօшυб շሀψևврև. Vay Tiền Online Chuyển Khoản Ngay. › Opini›Mengurangi Kesenjangan... Pendidikan yang dijalankan dengan menjunjung rasa gotong royong antara guru, sekolah, dinas pendidikan, aktivis dan peneliti pendidikan, juga orangtua dan siswa harus dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan. HERYUNANTOIlustrasi”Kami memang tidak sepintar orang Jawa,” ujar banyak guru di daerah Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Ujaran serupa konon juga kerap diucapkan oleh guru-guru di daerah terpencil jauh dari Pulau Jawa atau yang disebut daerah 3T terdepan, terpencil, dan tertinggal.Para guru tersebut tidak percaya diri karena banyak materi atau pembelajaran yang diminta, berbeda dengan kenyataan hidup mereka sehari-hari. Misalnya mempelajari tari Saman dari Aceh, yang tariannya belum diketahui guru, atau siswa diminta membuat kliping, padahal tidak ada koran yang beredar di desa. Jangankan melihat video di jaringan internet, saluran listrik dan gawai untuk mengaksesnya pun tidak tersedia. Banyak guru tidak paham, apalagi murid-murid mereka. Cerita tersebut dibagikan oleh aktivis Pendidikan Sokola Institute, yang mengamati pendidikan di daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Fadilla Mutiarawati, saat kami membicarakan daruratnya pendidikan di Indonesia, apalagi sering disebut sebagai learning loss, padahal bukan. Dengan kondisi seperti ini, mengapa pemerintah masih memaksakan program pembelajaran terpusat dari Jakarta?Pentingnya bahasa ibu Dalam artikelnya di 21/9/2022, Fadilla menekankan pentingnya penggunaan bahasa ibu, terutama bahasa daerah, bagi pembelajaran di daerah-daerah terpencil karena ”Ayat mengenai bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada sistem pendidikan nasional… menghilang pada RUU Sisdiknas”. Rancangan Undang-Undang RUU Sisdiknas memang rencananya akan menggantikan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dianggap sudah kedaluwarsa, tetapi isinya banyak dilanggar oleh Kemendikbudristek, contohnya dengan tidak mengakui pelajaran dalam bahasa juga Hilangnya Hak Memperoleh Pendidikan dalam Bahasa IbuTragisnya, dari sumber referensi Kemendikbudristek sendiri Pendidikan di Indonesia, Belajar dari hasil PISA 2018. 2019. Jakarta Pusat Penilaian Pendidikan, disebutkan hal 32 disebutkan bahwa ”Pada PISA 2015 ada tren penurunan proporsi siswa penutur bahasa Indonesia. Saat itu, dibandingkan dengan total populasi anak usia 15 tahun, proporsi siswa PISA penutur bahasa Indonesia sebesar 25 persen, sementara pengguna bahasa daerah atau bahasa lain dalam percakapan sehari-hari mencapai 42 persen. Pada PISA 2018, proporsi siswa penutur non bahasa Indonesia meningkat pesat hingga mencapai 59 persen populasi anak usia 15 tahun, sementara siswa penutur bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari hanya 22 persen.”Berdasarkan informasi tersebut, artinya di tahun 2015, penggunaan bahasa Indonesia hanya 25 persen dan bahasa daerah 42 persen. Di tahun 2018, penggunaan bahasa Indonesia 22 persen, sedangkan penggunaan bahasa daerah naik menjadi 59 persen. Ini menunjukkan bahasa daerah masih dipakai dan harus terus digalakkan dalam lembaga formal pendidikan, tetapi mengapa pemerintah pusat tidak mengacu kepada hasil riset lembaganya sendiri untuk menyusun kebijakan penggunaan bahasa daerah di sekolah?Ini menyedihkan dan memperlihatkan pembuat kebijakan yang tidak mau membaca temuan berdasarkan fakta studinya sendiri, masih bersifat top-down, tidak menerima masukan dari akar rumput, apalagi mendengar masukan dari guru-guru di daerah 3T pada PISAReferensi Pusat Penilaian Pendidikan tersebut, juga acuan naskah akademik RUU Sisdiknas, dinilai mengacu pada PISA, yakni penilaian pendidikan yang dilakukan lembaga ekonomi antarpemerintah negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi OECD. Sudah diketahui secara umum dari banyak laporan bahwa siswa-siswa Indonesia tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika tes PISA siswa Indonesia dalam membaca pun amat rendah, skornya hanya 371, jauh dibandingkan rata-rata skor negara OECD di kisaran 487. Adalah benar bahwa skor rendah ini memprihatinkan dan kita harus melakukan sesuatu, tetapi seperti ditulis Fadilla, ”PISA tidak mampu mengukur kemahiran anak perempuan Kajang di Sulawesi Selatan yang menenun tope le’leng dengan pewarna dari daun tarung, atau ketepatan anak-anak Rimba di Jambi memasang jerat sesuai dengan morfologi hewan buruan di hutan yang kompleks.” Untuk mewujudkan nilai-nilai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan SDGs, pemeliharaan adat, nilai dan kebiasaan, termasuk bahasa daerah, perlu digalakkan, utamanya dalam PISA, konsep pendidikan mengacu pada pendidikan ala Barat. Konsep Merdeka Belajar yang diinisiasi pemerintah, misalnya, lebih banyak ditujukan untuk pendidikan tinggi setidaknya ada empat program Kampus Merdeka, dan bukan untuk memajukan pendidikan dasar. Pokok-pokok kebijakan Merdeka Belajar 1 pada awalnya pun lebih fokus kepada ujian dan mekanismenya. Padahal, banyak ahli pendidikan, misalnya Yudi Latif Kompas, 4 Mei 2022, menyatakan pentingnya transformasi pendidikan sebaiknya dimulai sejak pendidikan dini dan dasar. Saya pun setuju dengan pendapat ini, makanya peningkatan kapasitas guru—terutama untuk guru-guru di TK dan SD—amatlah juga Rekonstruksi PendidikanPeningkatan kapasitas guru pun dilakukan dengan Program Guru Penggerak yang terpusat secara nasional guru diminta mendaftar langsung ke suatu platform digital dan tidak sistemis. Artinya, kepala dinas pendidikan di daerah, baik di tingkat kabupaten/kota di mana desentralisasi dilakukan maupun tingkat provinsi dilewati!Jadi, walau banyak guru penggerak yang terbentuk, masih ribuan guru di Indonesia yang tidak terdaftar sebagai guru penggerak. Kita juga tahu bahwa guru memiliki wawasan luas. Namun, apabila lingkungan sekolah dan kepala sekolah tidak mendukung, guru tersebut tidak dapat ”merdeka” untuk mengaplikasikan ilmu yang lebih baik apabila program dilakukan sistematis, secara berkesinambungan juga untuk dinas pendidikan daerah, sekolah, dan kepala sekolah, bukan hanya untuk guru, tanpa mesti dilakukan terpusat dari Jakarta. Budaya daerah akan lebih berdaya apabila Jakarta percaya akan kemampuan daerah-daerah menjalankan pendidikan. Belum lagi program pelatihan Guru Penggerak intinya hanya berisi sosialisasi peraturan belaka, bukan semacam pelatihan pedagogi. Artinya, guru masih diminta mendengarkan paparan daripada mengembangkan pemikirannya sendiri!Ekosistem pendidikan Rezim pendidikan saat ini tampaknya senang dengan pengumpulan data. Setelah asesmen, di awal 2022, Kemendikbudristek mengeluarkan ”kebijakan Kurikulum Merdeka sebagai opsi pemulihan pembelajaran” dan ditawarkan langsung ke sekolah-sekolah dan guru penggerak. Pihak pemerintah daerah, walaupun tertera, tetapi tidak dijelaskan seperti apa kegiatan yang dapat paparan mengenai Sekolah Penggerak atau materi sosialisasi kurikulum ini sebelumnya juga disebut sebagai Kurikulum Prototipe ternyata disusun oleh para birokrat di Jakarta—dan bukan guru-guru sekolah dasar—yang walaupun berilmu mungkin belum memiliki pengalaman mengajar di depan kelas. Materi kurikulum ini kemudian diinformasikan kepada para sekolah dan guru untuk dijalankan tanpa ada proses uji coba dan umpan balik terlebih dalam mengelola pendidikan, lembaga OECD menekankan bahwa tidak ada satu sistem yang benar, yang dipentingkan adalah juga menyedihkan adalah mata pelajaran yang bersifat ekspresif, seperti musik, seni rupa, pekerjaan tangan, dan olahraga, hanya menjadi mata pelajaran pilihan belaka. Siswa diminta memilih salah satu saja! Ini tentu tidak sejalan dengan niat mengembangkan Profil Pelajar Pancasila, yang berisi pengembangan karakter dan lebih banyak dengan interaksi sosial. Siswa hendaknya tetap menerima semua mata pelajaran musik/menyanyi, menggambar, prakarya, dan olahraga, untuk membuka potensi yang ada, dan mengembangkan kreativitas, interaksi, kerja sama gotong royong dan bernalar dalam mengelola pendidikan, lembaga OECD menekankan bahwa tidak ada satu sistem yang benar, yang dipentingkan adalah prosesnya OECD, 2016 Governing Education in a complex world. Amat penting adalah ekosistem pendidikan yang terdiri dari guru dan kepala sekolah yang kompeten, adanya kesempatan belajar secara profesional, memiliki tujuan bersama apa yang akan dituju/aims dan bagaimana mencapai tujuan tersebut/guidelines; dan mengembangkan dialog terbuka untuk tersebut amat universal dan dapat dikembangkan di Indonesia, juga mengurangi kesenjangan pendidikan apabila guru-guru di daerah dapat menyampaikan pelajaran dalam bahasa setempat. Pihak dinas pendidikan dapat memulai mendokumentasikan nilai-nilai muatan lokal tersebut, sambil melestarikan budaya daerah yang mulai memudar untuk dipelajari generasi juga Kesenjangan Mutu dalam Rapor Pendidikan IndonesiaIndonesia memiliki bapak pendidikan bangsa, Ki Hadjar Dewantara, yang sudah meletakkan fondasi pendidikan yang humanis. Intinya, fokus kepada pembelajaran siswa dengan kualitas pendidikan dan keberpihakan equity, kebijakan berdasarkan riset, guru-guru yang profesional, kolaborasi gotong royong dan sinergi kebijakan antar dinas di tingkat kabupaten/ praktiknya, pendidikan dijalankan dengan menjunjung rasa gotong royong antara satu pihak dengan pihak lain guru, sekolah, dinas pendidikan, aktivis dan peneliti pendidikan, juga orangtua dan siswa. Semangat kolaborasi, saling percaya dan mendengarkan, juga menghormati peran masing-masing amat diperlukan di sini. Jangan sampai ujuran bahwa ”orang Jawa lebih pintar” itu masih ada dalam pendidikan Indonesia, apalagi dalam masyarakat kita yang bineka D Adiputri, Pengajar di Universitas Jyväskylä, FinlandiaDOK. PRIBADIRatih D Adiputri › Komisi masa depan pendidikan UNESCO meluncurkan laporan yang menegaskan bahwa arah dan tujuan pendidikan harus berubah. Sistem pendidikan dinilai telah keliru, terlalu menekankan keberhasilan individu dan persaingan. DIDIE SW-Di akhir 2021, komisi masa depan pendidikan UNESCO meluncurkan laporan berjudul ”Reimagining Our Futures Together”.Laporan ini menegaskan bahwa arah dan tujuan pendidikan harus berubah. Sistem pendidikan dinilai telah keliru menyebarkan keyakinan bahwa kenyamanan dan keistimewaan jangka pendek lebih penting daripada keberlanjutan jangka panjang. Sistem pendidikan terdahulu terlalu menekankan nilai keberhasilan individu, pembangunan ekonomi dan persaingan nasional, sambil mengorbankan kebersamaan, pemahaman kesalingtergantungan manusia, serta kepedulian ke sesama dan Bumi. Pendidikan berarah baru harus menjamin solidaritas, welas asih, etika, dan empati tertanam dalam di desain kegiatan belajar UNESCO, 2021.Namun, dunia hari ini berdasarkan tata nilai yang benar-benar baruJika mau jujur, kritik tajam dari komisi masa depan pendidikan di atas juga tak keliru jika ditujukan pada praktik pendidikan kita dan memang sejumlah negara lain juga memiliki strategi pendidikan berdasar nilai lama. Kenyataan itu perlu diakui sebagai bagian dari sejarah pendidikan saja sistem pendidikan terdahulu memang cocok menghadapi tantangan masa lalu. Namun, dunia hari ini berdasarkan tata nilai yang benar-benar baru. Kebersamaan seluruh umat manusia lintas negara serta budaya sedang ditantang guna menyelesaikan berbagai masalah dunia. Maka, sistem pendidikan nasional juga perlu merumuskan ulang arah pendidikannya berdasarkan tata nilai baru, seperti kebersamaan wabah Covid-19 telah menghentikan kesempatan belajar 1,6 miliar anak di dunia dan membuktikan kerentanan sistem pendidikan, situasi dunia belakangan ini ditandai pula dengan kemerosotan demokrasi dan meningkatnya keterbelahan bangsa serta kekerasan di masyarakat. Mundurnya demokrasi dan melemahnya kebangsaan tak hanya terjadi di negara Dunia juga RUU Sisdiknas Siapkan Pendidikan yang Adaptif dan Fleksibel dengan Perkembangan ZamanNegara adidaya AS, yang sebelumnya senantiasa dicitrakan sebagai benteng pertahanan demokrasi, pada 2021 untuk pertama kali dikategorikan sebagai negara yang demokrasinya sedang mundur International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2021. Sulit membayangkan upaya primitif seperti mempersulit warga negara melaksanakan hak pilihnya digelorakan di republik yang sudah tak muda lagi karena itu, tak mengejutkan jika komisi masa depan pendidikan UNESCO menyimpulkan kerapuhan planet Bumi, kemunduran demokrasi dan meningkatnya pengutuban, teknologi digital yang menghubungkan dan memecah belah, serta ketakmenentuan masa depan dunia kerja sebagai empat disrupsi atau usikan utama yang dihadapi dunia dan perlu ditanggapi institusi diresapi, indikasi empat usikan yang saling beririsan itu juga sudah terasa di Indonesia, maka ruang kelas kita juga tidak boleh steril darinya. Namun, bagaimana sistem pendidikan nasional mengalamatkan empat masalah global tadi?Sistem pendidikan nasional secara umum mempunyai sejumlah perangkat, seperti perundangan, peraturan, standar, kurikulum, capaian pembelajaran, buku teks, dan lainnya, tetapi juga perlu mengusung pesan utama atau adicita yang melandasinya. Adicita ini yang selanjutnya akan menjadi nyawa sistem pendidikan secara SWMaka, apa seharusnya nyawa sistem pendidikan Indonesia dalam tata nilai dunia yang baru ini? Jawabannya belum kita ketahui. Gagasan yang paling sesuai bagi Indonesia harus dicari bersama. Meski demikian, yang kita tahu pasti, adicita pendidikan itu harus sanggup menjadi kerangka guna membedah empat tantangan global usulan awal, gagasan seperti interconnectedness atau kesalingterhubungan dapat dijadikan sebagai kandidat adicita sistem pendidikan nasional dicatat, sejumlah kebijaksanaan luhur serta keyakinan masyarakat tradisional di Indonesia sesungguhnya sudah tak asing dengan pesan kesaling-terhubungan dalam kehidupan, yakni bahwa segala sesuatu di semesta ini saling terhubung. Oleh karena itu, walau sistem pendidikan nasional berlandaskan kesalingterhubungan berkepentingan dengan isu global, sistem pendidikan nasional tetap terhubung dengan lingkungan pendidikan nasional yang mengusung kesalingterhubungan sebagai tiang utamanya akan berkembang kokoh berlandaskan konsep yang jelas. Guru dapat merancang desain pembelajarannya dengan kreatif demi mutu belajar siswa karena sistem pendidikan ini luwes untuk dikembangkan, tetapi juga memberikan kerangka yang pendidikan nasional yang mengusung kesalingterhubungan sebagai tiang utamanya akan berkembang kokoh berlandaskan konsep yang tataran abstrak, empat usikan besar tadi dapat ditelaah menggunakan ”lensa berpikir” kesalingterhubungan dan telaah dilakukan menerapkan berbagai disiplin serta lintas disiplin pengetahuan. Sedangkan pada tataran pedagogi, interaksi siswa dan guru dalam pembelajaran juga akan menggunakan kerangka pengetahuan guru dan murid bukan lagi mengikuti model pemberi-penerima, tetapi menggunakan model pengetahuan sebagai milik dan dikembangkan bersama. Hubungan antarpengetahuan yang berkerangka kesalingterhubungan akan mendorong semangat kelintasdisiplinan. Tak lupa, ruang kelas menjadi laboratorium komunikasi dunia berwacana universal, seperti perubahan iklim dan ketimpangan ekonomi, tetapi juga tetap terhubung kuat dengan wacana di pada tataran pembelajaran, siswa membangun pemahamannya pada konsep kesalingterhubungan dengan alam. Sebagai ilustrasi, seperti di kurikulum kelas IX yang disusun Yukon First Nations Curriculum Working Group Yukon adalah sebuah teritori paling barat di Kanada juga menggunakan kesalingterhubungan sebagai gagasan utama juga Pendidikan Masa Depan Mesti Memperkuat Solidaritas GlobalDi kurikulum ini, dirancang kegiatan mengukur diameter batang pohon. Dari situ pelajar memperkirakan jumlah biomassa dan kadar nutrisi dari pohon-pohon di sekitar sekolah. Kemudian, siswa menghitung kandungan karbon setiap pohon dan penyerapan karbon dioksidanya. Dari pengalaman itu pula siswa membangun pemahaman bagaimana kesaling -terhubungan beraksi di planet saat yang sama, kegiatan komputasi dan pemanfaatan teknologi informasi dipelajari secara bermakna, tak sekadar manipulasi angka yang mekanistis. Gagasan utama kesalingterhubungan juga secara alami muncul pada saat siswa mempelajari konsep matematika seperti pola, fungsi, data, dan sebagainya. Kecuali itu, siswa telah terjun langsung mempraktikkan kesalingterhubungan disiplin sains, teknologi, matematika, dan kesadaran pada lingkungan hidup secara di pelajaran IPS, gagasan kesalingterhubungan itu dapat menjadi lensa guna membedah pengetahuan tentang pemerintahan dan jalinan kebangsaan. Dalam mata pelajaran bahasa, gagasan kesalingterhubungan ini menjadi lensa guna membedah struktur kalimat dan paragraf. Di mata pelajaran kesenian, kesalingterhubungan menjadi lensa berpikir guna membedah berbagai fenomena serta melalui sistem pendidikan ini, siswa membangun kesadaran untuk berkontribusi merawat lingkungan dan mengokohkan persaudaraan serta perdamaian. Secara paralel, para siswa tetap mengasah kecakapannya dalam disiplin matematika, sains, teknologi, serta kecakapan abad ke-21 lainnya secara terhubung satu sama lain dengan porsi waktu tetap sama. Kesalingterhubungan yang diusulkan di sini baru satu kandidat sebagai adicita sistem pendidikan dan tentunya sangat mungkin masih ada gagasan utama lain yang lebih nilai baruSetiap anak Indonesia, seperti teman sebayanya di negara lain, mendambakan sistem pendidikan yang berlandaskan tata nilai baru. Guna mewujudkan pendidikan seperti itu di Indonesia sama sekali tak mustahil, tetapi upaya sistematis menuju ke sana harus digarap pada tataran konsep dan teknis yang mendasar sekaligus rinci. Berbagai pembuatan undang-undang, aturan, dan kurikulum telah menyerap dana dan waktu, tetapi selalu jauh panggang dari Pranoto, Pengajar Matematika di ITBDOK. PRIBADIIwan Pranoto EditorSRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hari Pendidikan Nasional HARDIKNAS 2021..!Tema"Serentak Bergerak Wujudkan Merdeka Belajar"Setiap tanggal 2 Mei, rakyat Indonesia selalu memperingati hari pendidikan nasional. Kenapa 2 Mei sebagai hari pendidikan nasional? Lalu apa yang harus Kita lakukan dalam memperingatinya?. Mungkin itulah pertanyaan yang terbesit di pikiran Kita ketika mendengar hari pendidikan nasional ini. Tanggal 2 Mei adalah tanggal kelahiran Bapak Pendidikan Nasional, yaitu Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah orang yang menentang kebijakan pemrintahan Belanda pada masa penjajahan, dimana pada masa itu hanya golongan atas atau keturunan Belanda saja yang boleh mengenyam pendidikan. Beliau bahkan diasingkan ke Belanda karena tindakannya itu. Hal itu tidak mematahkan semangat beliau untuk memperjuangkan hak rakyat Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Begitu kembali ke Indonesia, beliau mendirikan taman siswa sebagai sarana untuk memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia. Sehingga Ki Hajar Dewantara disebut sebagai bapak pendidikan di Indonesia. Untuk memperingati jasa beliau, pemerintah menjadikan tanggal kelahiran beliau sebagai hari pendidikan nasional. Memperingati hari pendidikan nasional, biasanya sekolah-sekolah melaksanakan upacara bendera dan pidato bertemakan pendidikan. Intinya pada hari pendidikan nasional, masyarakat intelektual diminta untuk menyadari posisi mereka. Mereka harus sadar bagaimana Ki Hajar Dewantara memperjuangkan hak tersebut hingga sekarang masyarakat Indonesia bisa memperoleh pendidikan dalam berbagai bukan sekedar sadar, namun menjadikan motivasi bagi diri sendiri. Motivasi seperti ingin melakukan percepatan yang lebih dibandingkan yang lain dengan tujuan menjadi sukses. ilustrasi pribadi Pemerintah pun sudah menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap, tinggal bagaimana masyarakat intelektual memanfaatkan sarana dan prasarana itu semaksimal mungkin. Namun tidak berarti ketidaklengkapan sarana dan prasarana menjadi penghalang untuk mendapatkan pendidikan. Pernahkah kalian mendengar suatu dalil sejarah yang dapat dijadikan sebagai motivasi dalam dunia pendidikan? Ada suatu dalil sejarah yang sangat penting yang harus selalu diingat oleh rakyat itu berbunyi "Bahwa suatu bangsa akan maju apabila generasi pengganti lebih baik dari pada generasi yang diganti. Apabila sebaliknya yang terjadi, bangsa itu akan surut dan bisa hilang dari peta sejarah. Baik bangsa yang maju maupun bangsa yang surut, keduanya terjadi dalam sejarah bangsa-bangsa." Dari dalil tersebut sangat jelas bahwa peran pendidikan sangat menentukan dalam proses sejarah tersebut. Hal tersebut mengingatkan Kita kembali bahwa tugas dan tanggung jawab untuk menyiapkan generasi pengganti bukanlah hal yang main-main. Karena masa depan bangsa Kita berada di tangan generasi karena itu, Kita harus menyiapkan generasi pengganti yang mengerti dan memahami tujuan utama dari pendidikan itu sendiri. Tujuan utama pendidikan ialah Mampu mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, agar rakyat Indonesia menjadi manusia yang berkemampuan dan unggul dalam berbagai bidang. Tak hanya itu tujuan lain dari pendidikan ialah Dapat membentuk nilai dan karakter bangsa Indonesia menjadi bangsa yang unggul dan memiliki semangat dan etos kerja, membentuk karakter bangsa yang ulet, yang sanggup menghadapi permasalahan di era millenium ini dan masa mendatang, membangun karakter bangsa yang memiliki kepedulian serta rasa ingin tahu yang tinggi yang pada akhirnya akan melahirkan generasi-generasi yang kreatif dan inovatif, dan yang tak kalah pentingnya ialah menciptakan serta meningkatkan karakter rakyat Indonesia menjadi manusia yang rukun, damai, dan memiliki sikap toleransi agar dapat hidup berdampingan secara harmonis dan seimbang. Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2021. Lihat Pendidikan Selengkapnya Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Opini Tentang Pendidikan Di IndonesiaAssalamualaikum wr kesempatan kali ini, saya akan menulis seluruh pendapat saya mengenai masalah pendidikan di Indonesia. Menurut saya tentang pendidikan di Indonesia yaitu, masih kurang baik. Karna tidak semua sekolah memenuhi standar pendidikan. Dan masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum merasakan pendidikan yang layak dan bahkan putus sekolah. Dan di Indonesiapun ada istilah “suap-menyuap”, “beli nilai” dan bahkan ijasah pun bisa dibeli di Indonesia. Di Indonesia, sangat banyak sekolah yang tidak layak untuk dipakai sebagai tempat belajar atau untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Karena tidak adanya bantuan dari pemerintah setempat. Pemerintahan di Indonesia juga kurang memperhatikan sekolah-sekolah dipelosok-pelosok negri yang kita cintai ini. Keadaan sekolah ini sangat memprihatinkan. Dimana banyak anak-anak di Indonesia yang kurang mampu, namun mempunyai semangat belajar yang tinggi. karena masalah ekonomi, yang membuat pendidikan mereka terhambat, sehingga mereka sering terganggu dalam proses belajar mengajarnya karena tempat yang tidak layak dan sangat mengganggu. Seperti misalnya atap yang bocor saat hujan, atau bahkan banjir. Pemerintah kita tidak menyadari keadaan pendidikan di Indonesia yang sangat memprihatinkan ini, sedangkan sangat sering siaran televisi menyiarkan berita tentang pendidikan di Indonesia yang sangat memperihatinkan anggaran pendidikan di Indonesia tidaklah sedikit. Tetapi anggaran ini tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pendidikan. Banyak anggaran yang disalah gunakan oleh pihak yang berwenang hanya untuk kepentingan pribadi, anggaran pendidikan / uang bantuan sekola di “KORUPSI”, cukup miris pemerintah seolah tutup mata dengan kejadian-kejadian seperti ini. Semua pihak atau kalangan bawah merasa dirugikan karena adanya korupsi. Korupsi sangat mencoreng moral aspek pendidikan. Hal itu terjadi karena kurangnya pendidikan sebagai manusia, pastilah memiliki cita-cita. Dan dari sekolahlah kita memulai untuk belajar agar bisa menggapai cita-cita kita. Kita mulai belajar dan mendapat ilmu dan juga ijasah, surat yang paling dibutuhkan sebagai bekal masa depan kita, khususnya dalam berkarir. Dan lagi-lagi karna uang, orang yang tidak memenuhi pendidikanpun bisa mendapat ijasah hanya dengan “membeli” bahkan dengan nilai yang sempurna. Dan yang sangat tidak adil bagi masyarakat bawah adalah orang yang dengan mudah dan hidup lebih dari cukup yang bisa membeli ijasah beserta nilai-nilainya, bisa mendapat jabatan yang tinggi dengan upah gaji yang memuaskan pula. Tapi bagaimana dengan masyarakat kalangan bawah, yang hanya bermodalkan niat dan pendirian yang kokoh untuk mencapai pendidikan yang tinggi, yang belum terjamin masa depannya, kehidupan karirnya untuk mendapatkan kedudukan selayak usaha dan keahlian yang mereka punya. Semua sangat tidak adil. Masih adakah kesempatan untuk masyarakat kalangan bawah? Sekarang di Indonesia, kebanyakan bukan masalah yang paling utama, yaitu SKILL, namun seberapa besar uang “sogokan” nya. Hal ini bukan rahasia umum lagi pemerintah dan pejabat wewenang mengetahui kejadian ini tetapi lagi-lagi mereka menutup mata. Keadilan di Indonesia sudah mulai pudar orang dapat menghalalkan segala cara untuk bisa hidup dengan saja pemerintahan kita jauh lebih tegas pastilah tidak akan ada yang merasa dirugikan. Kurangnya aspek pendidikan keagamaan, akhlak dan berkehidupan bermasyarakat. Kembali ke masyarakat kalangan bawah, banyak anak-anak di Indonesia yang tidak bersekolah karna tidak memiliki biaya. Mereka menghabiskan hari-hari mereka untuk mencari uang, yang seharusnya dilakukan orangtua mereka. Mereka kebanyakan mencari uang dijalanan, menjadi tukang pengamen jalanan, peminta-minta dan bahkan ada juga yang bekerja sebagai tukang angkut, yang biasanya bebannya sangat berat, pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. Sangat menyedihkan mengetahui mereka masih anak-anak dibawah umur, yang seharusnya mereka menerima pelajaran disekolah atau bermain dengan teman-temannya. Siapakah yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Butakah para pemerintah yang “sudah pasti” pernah melihat kejadian seperti ini. Bagaimana dengan masa depan anak-anak itu? Masa depan bangsa kita? Pandangan Negara lain tentang kejadian ini? Bisakah pemerintah mendirikan pos untuk ana-anak ini mengetahui betapa penting dan berharganya arti pendidikan. Tidak perlu mewah dan megah, tetapi bisa membuat mereka mengerti. Saya yakin ada banyak sekali sukarelawan ataupun pahlawan pendidikan yang senantiasa membantu mereka. Ini semua juga demi masa depan bangsa kita. Tulisan saya ini memang hanya menjelaskan kelemahan pendidikan di Indonesia, namun bukan berarti tidak ada kelebihannya. Tidak sedikit anak atau pelajar Indonesia yang mengharumkan nama pendidikan Indonesia melalui pendidikan, apapun itu bentuknya. Banyak pelajar di Indonesia yang berhasil mengharumkan nama pendidikan di Indonesia, sampai keluar negri. Sayangnya, meski banyak sekali sekolah atau universitas di Indonesia, pelajar di Indonesia lebih banyak memilih melanjutkan pembelajaran diluar negri. KENAPA? Apa karena diluar negri lebih bagus, atau lebih memadai, atau karna gengsi? Sangat disayangkan pelajar di Indonesia lebih memilih sekolah diluar negri. Harapan kita semoga pelajar di Indonesia bisa membawa dampak positif, bukannya tertular dampak negative. Semoga pelajar di Indonesia bisa membawa nama baik dan menjaganya diluar cara memperbaiki system pendidikan di Indonesia? Di harapkan kepada pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan terkait untuk bisa lebih membuka matanya, untuk menyadari bahwa masih sangat banyak diluar sana anak-anak Indonesia yang membutuhkan uluran tangan dan hati nurani kita untuk muwujudkan keinginan mereka untuk merasakan pendidikan yang layak, untuk melangkah mencapai impian dan cita-cita yang mereka miliki, dan untuk memajukan generasi kita kedepannya. Bayangkan bagaimana kedepannya, keadaan Negara kita tanpa adanya pelajar-pelajar yang terdidik, yang mempunyai skill yang baik, yang bisa membawa perubahan di Indonesia. Bisakah pemerintah dan kita sebagai warga Negara Indonesia membantu mengurangi jumlah anak-anak jalanan yang kurang pendidikan? Indonesia membutuhkan para pahlawan tanpa tanda jasa, para relawan-relawan yang memiliki hati nurani. Indonesia membutuhkan “PERUBAHAN!” Berilah kesempatan kepada masyarakat kecil. Buatlah mereka merasa “MERDEKA” tanpa adanya penindasan dari masyarakat kalangan atas. Berilah kesempatan pendidikan kepada anak-anak Indonesia yang kurang juga mengajari kita untuk saling membantu. Pendidikan juga mengajari kita tentang kebaikan-kebaikan, tentang keagamaan, tentang pahala dan dosa. Semua ASPEK dalam kehidupan kita, bahkan hal yang terkecilpun telah diajarkan dari satu kata penuh makna dan penting dalam kehidupan kita, “PENDIDIKAN”.Apakah kita bisa tanpa pendidikan? TIDAK! Tidak akan ada rasa belas kasihan, kemanusiaan, bahkan tidak akan ada yang cerdas! Sekarang kita hidup di jaman serba modern yang semakin mempermudah kita mencapai pendidikan yang layak. Seharusnya kita malah harus semakin maju, berkembang pesat dan berpikir lebih cerdas dalam segala hal khususnya Pendidikan, karena apapun yang kita butuhkan, tersedia pada jaman serba modern ini. Namun, kurangnya minat kita, lebih banyak orang yang terlena dari pada memanfaatkan dan mengembangkannya. Dari pendidikan-lah kita belajar memanfaatkan. Jadi diharapkan pendidikan di Indonesia lebih diketatkan dan mengikuti perkembangan dunia sehingga kita tidak ketinggalan dari Negara saya untuk pemerintah dan dinas pendidikan terkait, “AYO!!!” kita perbaiki sistem pendidikan yang seharusnya kita perbaiki. Mulailah membuka mata hati kita untuk menegakan keadilan yang seadil-adilnya bagi masyarakat baik kalangan atas, menengah, maupun bawah. Kita sama-sama memberantas korupsi, kecurangan dalam bekerja lelang jabatan, pembelian nilai atau ijasah, yang akan hanya memperburuk sistem yang ada di Indonesia. “mari kita majukan pendidikan di indonesia dengan aspek dan moral yang baik untuk indonesia yang baik ”“SUKSES PENDIDIKAN MERDEKA INDONESIA”Wassalamualaikum wr wb. Lihat Pendidikan Selengkapnya › Opini›Refleksi Hari Pendidikan Setiap tanggal 2 Mei, merujuk kelahiran Ki Hadjar Dewantara, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Hari nasional tersebut ditetapkan melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Peringatannya setiap tahun memberikan ruang segenap warga bangsa merefleksikan hakikat dan ikhtiar kolektif mencerdaskan kehidupan bagi seorang pendidik, jika tampil ke depan, dia harus memberikan teladan yang baik. Manakala berdiri di tengah, harus menciptakan gagasan dan prakarsa yang baik. Manakala posisinya di belakang, pendidik tetap harus memberikan dorongan dan arahan. Keteladanan tokoh dan eliteSpirit etis pendidikan Ki Hadjar tersebut bermakna penting di tengah dinamika kehidupan bangsa dewasa para tokoh atau elite bangsa sebagai representasi manusiapendidik, bagaimanapun, kunci penting bagi ikhtiar pencerdasan kehidupan yang cerdas kehidupannya tidak saja merupakan amanat, tetapi sekaligus gambaran yang diberikan bapak bangsa dalam menyusun konstitusi dengan mengabadikannya ke dalam alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun yang harus cerdas tak semata tiap-tiap warga bangsa, tetapi pola interaksinya yang berkorelasi dengan penguatan persatuan dan kesatuan. Karena itu, proses pendidikan tak semata-mata terkait pencerdasan secara intelektual, tetapi juga pematangan emosional, sosial, dan spiritual yang memperkuat karakter bangsa. Ikhtiar pemerintah memajukan pendidikan nasional dilakukan dalam bingkai mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang baik dan terarah berdampak pada pelejitan kualitas sumber daya manusia. Prosesnya tentu tak sebatas pembelajaran di ruang-ruang sekolah, tetapi juga melibatkan secara proaktif segenap pemangku kepentingan, dari keluarga, masyarakat, hingga dunia usaha dan dunia industri DUDI.Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut merefleksikan perlunya sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan literasi yang komprehensif dalam bingkai moralitas bangsa Indonesia yang religius dan daya manusiaKebijakan pendidikan terkait erat dengan titik berat pembangunan nasional. Selama ini pemerintah telah gencar melakukan pembangunan infrastruktur yang manfaatnya semakin terasakan sebagai sabuk pemersatu bangsa, penguat interkonektivitas, serta pendorong proses ekonomi yang semakin efektif dan efisien. Seiring dengan itu, titik berat pembangunan ke depan akan mengarah ke pengembangan sumber daya manusia. Hal ini dapat segera dipahami, mengingat kemanfaatan infrastruktur akan semakin optimal manakala sumber daya manusianya semakin spesifik, dewasa ini, semua bangsa di dunia tengah dihadapkan pada perkembangan teknologi informasi yang bergerak begitu cepat. Kita telah masuk ke Era Revolusi Industri yang ditandai bekerjanya peranti-peranti digital baru serba canggih yang memadukan basis kinerja internet of thing, artificial intelligence, advance robotic, hingga big data analytics. Presiden Joko Widodo sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan tersebut. Revolusi Industri membutuhkan respons sumber daya manusia yang andal, sekaligus mampu menciptakan ragam peluang baru secara kreatif, justru di tengah ancaman disrupsi, ketika banyak jenis pekerjaan manusia tergantikan penguatan pendidikan karakter agar peserta didik senantiasa mengedepankan akhlak mulia, sopan santun, tanggung jawab, empan papan, serta berbudi pekerti luhur, proses pendidikan juga diarahkan ke penguatan keterampilan dan kecakapan yang selaras dengan kebutuhan pendidikan vokasi, misalnya, dilakukan guna mempersiapkan itu semua. Tentu saja hal tersebut bagian dari kebijakan yang lebih komprehensif, yang terkait pula dengan perbaikan mutu guru hingga kelengkapan sarana prasarana yang diakui, proses penyelenggaraan pendidikan kita masih dihadapkanpada sejumlah tantangan yang menjadi perhatian publik. Yang mengemuka, antara lain, masalah yang melingkupi guru dan tenaga kependidikan, hingga beberapa kasus tertentu yang viral ke media sosial melibatkan siswa. Intinya, masalahnya cukup kompleks. Semua itu membutuhkan respons kebijakan yang tepat dari pemerintah, sekaligus partisipasi aktif segenap pemangku telah menetapkan anggaran pendidikan nasional sebesar 20 persen dari total anggaran nasional. Namun, praktiknya, anggaran tersebut terbagi-bagi ke berbagai kementerian dan lembaga. Selain itu, seiring dengan implementasi otonomi daerah secara luas, anggaran pendidikan banyak tersalur pemerintah daerah melalui mekanisme dana alokasi umum DAU dan dana alokasi khusus DAK. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah diharapkan semakin semua pihak dalam memajukan pendidikan mengingatkan kembali pada pesan Ki Hadjar Dewantara di atas, ”Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”. Ikhtiar memajukan pendidikan bagi hadirnya sumber daya manusia yang berkualitas tentu tidak semata-mata bergantung kepada pemerintah pusat, tetapi juga proaktifnya pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan lainnya, terutama DUDI. Mari kita majukan pendidikan kita untuk songsong masa depan bangsa yang lebih baik. Selamat Hari Pendidikan Effendy Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI

opini tentang hari pendidikan nasional